- Suara Demokrasi Pemilihan Ketua Osis SMP IT Mamba`ul Ulum
- Pemilihan Ketua OSIM Siswa MA. Mamba`ul Ulum
- Kejuaraan Pencak Silat Bupati Cup Kabupaten Mojokerto
- Kompetisi Sains Madrasah (KSM) Lanjut Tingkat Provisni Jawa Timu
- Kompetisi Sains Madrasah (KSM) Tingkat Kabupaten Mojokerto
- Workshop Penyusunan Bahan Ajar dalam Implementasi Kurikulum Merdeka (IKM)
- Pelantikan Calon Penggalang Ramu SMP IT Mamba`ul Ulum Mojosari Mojokerto
- Jangan asal enak,Harus sehat juga!
- KEGIATAN BARU di MA MAMBA`UL ULUM
- KEGIATAN PEMBAGIAN MAKANAN BERGIZI
HIDAYAH MUALLAF
Widya Eka Wati X IPA
HIDAYAH MUALLAF
(Widya Eka Wati X IPA)
Baca Lainnya :
- HARAPAN INTAN MENJADI BERLIAN0
- TRANSFORMASI SANG HAWA0
- DETAK MUTIARA HITAM0
- CAHAYA DI LANGIT RANTAU0
- 91 HARI 0
Panas terik siang hari, kumandang azan menyeruak di sekitar wilayah pondok salafiyah, yang menandakan waktu duhur telah tiba. ’’Lagi lagi Fardan,’’kata kata itu selalu terucap seperti muhadatsah rutinitas setiap harinya.
Fardan, nama itu sepertinya tidak asing dari telinga orang-orang awam yang menyebutnya anak kelas XII Aliyah pindahan dari pondok Gontor Putra III, sepertinya ada alasan lain mengapa pindah dari pondok yang semewah itu.
Fardan, nama yang indah tapi tidak sama dengan orangnya yang sangat berlawanan. ‘’Mengapa ya….kok harus sifat jelek yang ada padanya mestinya kan harus baik, hah….yang benar saja, berapa kali anak itu lompat pagar untuk keluar dari penjara sucinya. Berhitung saja mungkin kuwalahan. Telinganya sudah menebal tersumbat setan yang menggebu. Langkah untuk obat mujarabnya kecuali ceramahan ustadnya. ‘’Fardan, katanya ustad Marwan kamu…,’’ ucapku. ‘’Aduh…kenapa orang itu lagi sih.. aku capek tahu sama dia, pasti diceramahin lagi, kaya nggak ada kerjaan,’’ kata Fardan sambil mengeluh.
‘’Fardan nggak boleh gitu, aku kan belum selesai bicara, kok kamu malah nyelat sih,’’ kataku.
‘’Biarin aja, kan kamu tahu sendiri, aku paling benci sama ustad Marwan, kamu nggak tahu, aku musuhan sama dia, dengar namanya aja, telingaku udah panas, apalagi orangnya,’’ keluh Fardan. Memang Fardan dan ustad Marwan seperti halnya polisi dan buronan.
‘’Aduh..gini ya, daripada kamu marah marah sama aku, membuang waktu, gini ya, nanti setelah duhur, kamu disuruh ke ndalem Pak Kyai. ‘’Asalamualaikum,’’ ucapku dengan nada kesal.
‘’Waalaikumsalam, tapi ada apa? aduh bagaimana ini?,’’ kata Fardan sambil kebingungan. Fardan menggigil tidak beraturan. Semoga ini tidak dejavu. Ia pernah bermimpi ke ndalem Pak Kyai, lalu langsung dikeluarkan dari pondok ini. Waktu duhur telah tiba, ekspresi Fardan seperti mau menantang adrenaline.
Fardan melayangkan salam, ‘’Asalamualaikum.’’ ‘’Waalaikumsalam,’’ jawab Pak Kyai. ‘’Mohon maaf Pak Kyai kok memanggil saya secara mendadak,’’ jawab Fardan penuh penasaran. ‘’Begini Fardan, sekarang kamu sudah menginjak usia18 tahun, inilah saatnya,’’ sahut ustad Marwan dengan senyuman. ‘’Mohon maaf sebelumnya, ini sebenarnya ada apa Pak Kyai? saya tidak mengerti,’’ Fardan terus bertanya.
‘’Sebelum ini kamu harus berjanji dan bersumpah untuk membawa amanah ini,’’ pinta Pak Kyai. Di dalam hati Fardan bertanya dan linglung yang terjawab di lubuk hatinya, ’’Ada apa?.’’ Lalu Pak Kyai mengambil Al Quran, lalu meletakkan di atas kepala Fardan. Dengan penuh keraguan Fardan mengiyakan kesanggupan hatinya untuk menerima amanah ini. Setelah itu, Pak Kyai menjelaskan bahwa ada tugas yang sangat besar tetapi Fardan tidak dapat mengelaknya lagi karena sudah berjanji. ‘’Namun mengapa harus saya Pak Kyai apa kelebihan saya, malah kekurangan saya yang banyak,’’ ucapku.
‘’Seseorang itu tidak memandang/melihat dari kelebihanya tapi dari kekurangan untuk dapat diperbaiki kembali, seperti halnya kamu, kamu memang nakal, tidak mau mendengar nasihat dan segala keburukan ada pada diri kamu. Inilah jalan yang terbaik untuk kembali bersih Fardan,’’ ucap Pak Kyai. Fardan menunduk dan berlinang air mata, ia luluh dengan tutur kata Pak Kyai. Namun tiba tiba sepertinya ada yang merombak hati Fardan untuk menyanggupi amanah tersebut.
‘’Saya siap Pak kyai Bismillah, Insha Allah ini akan sampai di ujung tanduk,’’ jawabku dengan mantap. Sontak Ustad Marwan terkejut, ‘’Ya Allah Fardan.’’ Sepertinya Pak Kyai memahami apa yang diucapkanya. ‘’Baik kalau begitu, kamu sanggup dan kamu harus melatih diri dulu, dari segala godaan setan dan nafsu yang terjadi di sana, karena di sana surganya setan,’’ tutur Pak Kyai. ‘’Baik Pak Kyai,’’ jawabku.
Setelah 2 tahun menjalani pelatihan untuk memunculkan sifat Zuhud itu tidaklah mudah. Baik ingat kata kata ini, ‘’Jangan sampai terjerembab di lubang kemaksiatan. Aku akan memprcayaimu.’’
‘’Baik Pak Kyai,’’ jawabku. Sesampainya di sana memang tidak terbayangkan benar kata Pak Kyai, ia harus Zuhud, ini memang surganya setan. Lalu ia berjalan menyusuri ruangan demi ruangan. Di tiap tiap ruangan, Fardan melihat dengan rasa prihatin, seperti tempat terakhir untuk mengakhiri hidup, jalan yang buntu untuk kembali hidup tersirat di wajah mereka. Ada yang membawa pisau, membawa obat obatan, dan benda terlarang dibawanya. Tersiak hati Fardan, ‘’Ya Allah, seperti aku dulu.’’
Tiba tiba ada yang mengejutkan Fardan dari belakang, ’’Hai..apa kau baru di sini? namamu siapa?.’’ ‘’Aku Fahmi’’, jawabku. ‘’Iya...iya aku baru di sini namaku Fardan.’’ ‘’Oh...Fardan kamu kan yang dari pondok Salafiyah itu ya...kamu di ruang A 18 aku juga mau ke sana, ayo aku antar.’’ ‘’Baiklah, terimah kasih,’’ jawab Fardan. Fahmi menjelaskan dan menceritakan tempat Rehabilitasi ini, baginya tempat ini menyeramkan, tetapi tempat inilah yang memunyai kenangan tersendiri untuknya, tempat inilah untuk membersihkan dan mencuci semua kotoran yang melekat di badannya dan jiwanya, tetapi semua itu butuh proses.
‘’Ini tempatnya ya...?’’, ucapku dengan sedikit tertegun. ‘’Ya..kamu boleh mengajar/menceritakan kembali masa lalu mereka, namun kamu harus banyak sabar dan kuat di sini, seandainya kamu dapat menyembuhkan 1 pasien saja kamu pahlawan.’’
Fahmi menjelaskan secara rinci tentang metodenya namun ada yang menarik perhatian Fardan untuk segera memasukinya. ‘’Aku masuk dulu ya...aku sudah tidak sabar,’’ jawabku yang semakin tak sabar. ‘’Wah.. kamu semangat ya..kalau butuh apa apa bilang aku saja, selamat bekerja,’’ kata Fahmi dengan tersenyum. ‘’Terima kasih,’’ ku ucapkan.
Lalu Fardan memasuki ruangan dengan ragu ragu, namun keraguan itu seketika menghilang ketika memandang seorang wanita Blasteran. Dilihat secara hati hati dan perlahan mendekat. Dilihat wanita ini sangat tidak karuan, rambut bersemir merah dan berbau anggur, berantakan. Fardan bertanya, ‘’Halo, namamu siapa?’’ ‘’Rosella,’’ jawabnya.
Dijawabnya singkat, tanpa sepatah katapun. Dilihatnya termenung dan ditangannya ada sebuah alat yang mana membuat kaget Fardan ’testpack’. Lalu dilihatnya kartu namanya yang menempel dibajunya, ’’Rosella Paul Walkerr, Washington Amerika.’’ Setelah itu, Fardan mengikuti metode yang diberikan oleh Fahmi. Setelah semua selesai pasien pulang ke kamarnya/asramanya, tinggal Rosella. Fardan bertanya, ‘’Hey kau kenapa are you okey?’’
‘’Apa aku masih pantas untuk hidup, aku hanya layak di neraka, aku ingin mati, it’s very bad in my life, I want dead,’’ jawab Rosella dengan wajah nanar. Rosella mengungkapkan yang selama ini dipendamnya dengan isak tangisnya, Fardan tidak tega melihatnya.
‘’Hey..coba cerita pelan pelan, aku pasti akan menemukan solusinya,’’ ucap Fardan dengan nada meyakinkan. Rosella menceritakan sejarah kehidupanya dari nol sampai sekarang. Masa lalu yang menghantui hidupnya. Rosella mulai mencurahkan isi hatinya, ‘’Aku dulu seorang pelacur, pendurhaka, dan semua sifat jelek itu ada dalam diriku, di jiwaku. Tidak ada yang dapat menyembuhkan, membersihkanku, hanya testpack inilah yang menjadi bukti dan saksi.’’
Fardan teringat di pesantrennya dulu, tetapi biarlah berlalu. ‘’Apa agamamu?,’’ tanya Fardan. ‘’Kristen, kenapa kau tanyakan itu,apa pentingnya agama buatku, aku hanya ingin hidup bahagia,’’ jawab Rosella. ‘’Sumber kebahagiaan hidup adalah agama yang benar, kalau aku Islam’’, jawab Fardan dengan mantap.
Sepertinya ada yang menarik perhatian Rosella, tentang nama yang baru disebutkan oleh Fardan.
‘’Really, apa itu agamamu?,’’ tanya Rosella penasaran. ‘’Ya ..itu agama paling sempurna, logis, indah dan semua hal baik tercakup di dalamnya,’’ jawab Fardan dengan penuh keyakinan.
Jantung Rosella berdetak kencang, keringat dingin membasahi tubuhnya, kesunyian menyelinap di dalam ruangan itu, sejenak bergeming kumandang azan asar. Fardan pun berpamitan, ‘’Aku mau solat dulu, nanti akan ku ceritakan semuanya kepadamu tentang agamaku.’’ Tubuh lelaki sebaya itu menghilang. Semua pertanyaan terurai di pikiran Rosella, ’’ISLAM’’. Ia seperti ingin segera mengetahuinya entah kenapa? Dengan tiba tiba Fardan dikejutkan oleh wanita yang tengah duduk di teras masjid, sepertinya ia menunggu seseorang. Ternyata yang dilihatnya itu Rosella.
‘’Fardan, ceritakan aku tentang agamamu itu, apakah itu sumber kebahagiaan di dunia ini, benarkah?,’’ pinta Rosella yang terus penasaran. ‘’Bukan di dunia saja, tetapi di kemudian kelak,’’ jawab Fardan yang meneruskan penjelasan sebelumnya. Rosella tidak paham apa yang diucapkan oleh Fardan. Lalu Fardan menceritakan semuanya tentang Islam, Hukum Islam, Rukun rukun Islam, tentang sholat, dan semuanya yang berhubungan dengan Islam. Rosella takjub dan terkagum kagum kepada Islam dan juga Fardan. Ia meyakini bahwa di balik kesusahan pasti ada kebahagiaan yaitu Islam.
Pada waktu Magrib tiba, Rosella mengikuti Fardan ke masjid. ‘’Inikah tempat ibadahmu?,’’ tanya Rosella. ‘’Iya..ini tempat ibadahku, agak berbeda dengan tempat ibadahmu ya..?’’ Pada saat Fardan berwudu, Rosella mengikutinya dan meniru Fardan. Bagaimana cara membasuh muka dan sangkut pautnya dengan wudu semua ia pelajari. Gerakan solat Rosella juga menirunya. Tiba tiba Rosella dikejutkan dengan sebuah lantunan ayat suci Al Quran yang dibaca oleh Fardan. ’’Apa itu tadi? apa kau bernyanyi atau bersyair?,’’ tanya Rosella kembali. ‘’Itu bukan nyanyian atau syair, itu adalah lantunan kitabku yaitu Al Quran,’’ jawab Fardan dengan nada lemah lembut. Rosella menjawab, ‘’Oh My God...really aku juga punya kitab.’’ Fardan menerangkan apa itu Al-Qur’an, asbabun nuzul dan seperti halnya Fardan gurunya dan Rosella itu muridnya.
‘’Fardan, hatiku merasa tenang dan sejuk, semua kesedihanku dan kepayahanku tiba tiba menghilang,’’ jawab Rosella.
Fardan hanya dapat tersenyum dan sepasang lesung pipinya menambah keceriaan bagi Rosella. ‘’Aku ingin masuk Islam Fardan, I want Islam, I want to be a better life,’’ pinta Rosella penuh keseriusan. ‘’What...Really?,’’ kata Fardan yang masih tak percaya akan keputusan Rosella. ‘’Yes...I am serious in Islam Fardan,’’ jawab Rosella yang bertambah yakin akan keputusannya. Ingin sekali Fardan memeluk Rosella, tetapi ia tidak dapat memeluknya. Inilah kebenaran yang nyata, akhirnya...sepertinya Fardan terbungkam, Fardan kegirangan. ‘’Bagaimana caranya aku masuk Islam katakan...?’’, Tanya Rosella.
‘’Alhamdulillah yaitu bersyahadat bersaksi kepada Allah dan RasulNya, ikuti ucapanku ini,’’ perintah Fardan pada Rosella. Fardan perlahan lahan mengajari Rosella. Dengan susah payahnya Rosella mengucapkanya. Seperti kata kata asing baginya namun akhirnya berhasil. Alhamdulillah. Rosella bertanya, ‘’Apakah aku sudah masuk Islam..masuk agamamu?’’ ‘’Ya..kamu sudah diperlindungan yang aman Rose,’’ jawab Fardan dengan nada meyakinkan.
Lalu Fardan menjelaskan lebih dalam lagi tentang Islam, hari demi hari Rosella paham tentang Islam, Fardan juga mengajarinya tentang hijab. ‘’Fardan, what it’s is?,’’ tanya Rosella. ‘’Veil, kerudung apa kau suka?,’’ tanya Fardan. Lalu Fardan menyuruh untuk memakainya. ‘’Wow..it is a beautiful, very beautiful,’’ jawab Rosella riang. Fardan berkata, ‘’Yes, Rosella.’’
Lalu Fardan mengajak ke pondoknya untuk kembali, untuk dititipkan di sana, karena ia sudah tidak punya tempat tinggal. Rosella sangat disegani dipesantren Fardan. Pak Kyai juga sangat berterima kasih kepada Fardan karena sudah menjalani amanahnya. Setelah itu Fardan kuliah di luar negeri, itu merupakan cita cita Fardan yang sangat ia dambakan. ‘’Rosella, jaga akhlaqmu, budi pekertimu, dan harga dirimu itu, aku akan kembali,’’ janji Fardan pada Rosella. ‘’Ya.. kejarlah impianmu yang terpendam dan aku akan menunggumu di sini,’’ kata kata itu seperti mengerti Fardan. ‘’Kau akan kuliah di mana?,’’ tanya Rosella. ‘’Aku nggak tahu, pokoknya janji ya...kamu harus menungguku di sini sampai lulus,’’ pinta Fardan yang tak mau kehilangan Rosella. Setelah 4 tahun kemudian. Fardan menyandang S-1 datang dengan raut wajah kebimbangan.
‘’Hei Fardan..bagaimana kuliahmu, di mana, apa kamu punya kenalan teman barumu di luar negeri?,’’ tanya Rosella dengan gembira karena kedatangan Fardan yang sudah kembali ke tanah air. ‘’Ya..aku punya kenalan dari universitasku, apa kau kenal dengan George Walker, apa kau mengenalnya atau bertemu langsung denganya atau...’’?, tanya Fardan dengan nada emosi. Semua suasana yang awalnya riang berubah drastis. Rosella tercengang dan ia mengerti apa yang Fardan bicarakan, ternyata...
‘’Apakah itu Ayahmu?,’’ tanya Fardan yang masih emosi. Rosella bertanya, ‘’Fardan, kau kuliah di mana?’’ ‘’Washington,’’ jawab Fardan. Fardan meluapkan semua amarahnya kepada Rosella. Selama ini Fardan kuliah di Washington, tempat kelahiran Rosella dan dosen yang mengajarinya adalah ayah Rosella sendiri. Akhirnya…‘’Coba temui ayahmu!!!,’’ perintah Fardan. ‘’Aku tidak mau..,’’ jawab Rosella yang bersih keras dengan pendiriannya. ‘’Kenapa, itu ayahmu sendiri,’’ bentak Fardan. ‘’Dia yang membebaniku, dia yang menjerumuskanku di tempat busuk, Rehabilitasi, dia yang membuat kehidupanku menjadi seperti ini, pokoknya aku tidak mau bertemu dengan ayahku,’’ jawab Rosella dengan nada tinggi. Keputusasaan terpaut di wajah Fardan. 1 bulan kemudian....
‘’Rosella, Rosella bangun, Fardan mau menemuimu!!,’’ salah satu teman Fardan membangunkan Rosella kuwalahan. ‘’Aduh...apa sih...ini kan hari libur’’, Rosella mengeluh. ‘’Hei ayo cepat bangun!!’’ Lalu dengan sigap Rosella bangun untuk menemui Fardan dengan hati sumringah. ‘’Mungkin ini Ya Allah’’, wajah sedih dan kebimbangan terpaut di wajah Fardan. ‘’Rosella,ayahmu.. your father, kata Fardan meyakinkan Rosella. ‘’Why..ada apa dengan ayahku...,kenapa kau masih membahasnya, biarkan dia dengan kehidupanya yang mewah,’’ kata Rosella.
Fardan terus meyakinkan, ‘’Dia mau pergi, kau harus bersabar, meskipun dia merepotkanmu, dia tetap ayahmu.’’ ‘’Apa maksudmu?,’’ dengan sedikit Rosella menghela napas. ‘’Ayahmu sedang sakit berat,’’ kata Fardan.
Dengan wajah terkejut, ‘’What...?’’ Dengan mata berkaca kaca akhirnya Rosella luluh. ‘’Apa kau bercanda, aku ingin segera bertemu dengan ayahku’’, pinta Rosella.
‘’Seberapa benci kau denganya?,’’ tanya Fardan. Rosella menjawab, ‘’Aku minta maaf, atas semuanya...tolong bantu aku, antarkan aku ke rumah sakit, Help me please !!!’’ ‘’Baiklah, sekarang ia ada di Jakarta di rumah sakit Medica,’’ jawab Fardan. Sepanjang jalan, Rosella membaca doa dan menangis atas segala perbuatan kepada ayahnya. Sesampai di rumah sakit, Rosella kebingungan mencari kamar ayahnya. Dengan segera ditarik oleh Fardan, ‘’Hei..disini.’’
Sesampai di pintu kamar ayahnya, Rosella tidak kuat menahan bendungan air mata dan langsung memeluk ayahnya sambil berkata, ‘’Oh my dad, are you okey?’’ ‘’Rosella, maafkan ayah....,’’ pinta Ayah dengan wajah penuh penyesalan. ‘’Sudah ayah istirahat dan tidur saja...,’’ pinta Rosella.
‘’Fardan sudah menceritakan semua kepada ayah...Fardan tolong jaga dia. Kau Muslim?,’’ tanya ayah Rosella pada Fardan. ‘’Yes..dad I am Muslim,’’ jawab Fardan. Ayah meminta pada Rosella, ’’Ajarkan ayah untuk masuk Islam, sebelum kematian menjemput ayah.’’ ‘’Yes dad,’’ jawab Rosella dengan lapang dada.
Dengan susah payahnya, diiringi sakaratul maut yang kini menerpanya, dengan bersyahadat dan meninggal dalam ketenangan, kedamaian, dan keberkahan agama Islam. Fardan dan Rosella saling memandang. Dunia seperti menjadi milik mereka berdua dan kisah ini akan meninspirasi bagi kau muallaf. Hidayah seorang muallaf.
